Dikisahkan hidup seorang anak dan ayahnya di sebuah desa. Anak tersebut bernama Putu Syukur dan ayahnya bernama Wayan Putra. Mereka tinggal di gubuk tua dan hidup dengan sederhana. Hidup yang sederhana dilakoni karena sang ayah tidak memiliki banyak uang. Jangankan mainan baru, untuk cukup makanpun mereka berharap uluran tangan orang lain. Meskipun demikian Ia tidak pernah mengeluh dan selalu bersyukur. Kegigihan sang ayah menjalani getir hidup menjadi motivasi diri Putu.
Lain pula dengan Mikel panggilan beken teman sekampungnya Putu Syukur. Ia bak pangeran seorang raja. Segala keinginannya selalu terkabulkan oleh ayahnya yang bergelimang harta. Pakaian, makanan, sampai mainah mahal selalu berganti-ganti. Tapi kemewahan yang diberikan ayahnya tak cukup membuatnya bersyukur. Ia selalu mengeluh dan iri ketika melihat teman-temannya memakai peralatan baru.
Putu Syukur dan Mikel bersekolah di sekolah dasar yang sama. Menjadi teman sekelas membuat mereka mengenal karakter masing-masing secara lebih dekat. Putu dikenal cerdas dan selalu bersyukur atas raihan prestasinya. Berbeda dengan Mikel yang lebih tenar karena pamer kemewahan di sekolah. Ia bisa menyuruh teman-temannya untuk mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan gurunya. Teman-temannyapun sanggup melayani kemauannya asal dengan imbalan yang sepadan.
Dimasa wabah corona yang melanda pendidikan, tidak satupun sekolah yang diperbolehkan belajar tatap muka. Semua kegiatan pembelajaran di lakukan secara online atau daring dengan belajar dari rumah menggunakan gawai canggih. Semua siswa di wajibkan untuk beradaftasi dengan kebiasaan baru. Berat rasanya Putu menyampaikan keperluannya itu kepada sang ayah tercinta. Ia tau benar kemampuan keuangan ayahnya jauh dari harapan. Namun terpaksa Putu Syukur menyampaikan permintaan untuk memiliki gawai kepada ayahnya.
Benar saja, belum usai ucapan sang anak, sudah terpancar raut muka ayah tua yang mengkerut. Sang ayah merasa bersalah karena tak mampu memenuhi keinginan sang anak mata wayangnya itu. Namun setelah menghela nafas panjang, sang ayahpun berucap jujur kepada anaknya sembari berucap, “anakku sayang, hari ini bapak tidak memiliki cukup uang untuk membelikan kamu gawai canggih. Jangankan untuk membeli gawai, untuk makan kita esokpun bapak tak melihatnya. Namun bapak akan berusaha bekerja agar bisa memenuhi keperluanmu itu nak. Sabar dulu ya, kamu jangan bersedih.”
Mendengar perkataan sang ayah, Putu Syukur tidak kecewa. Ia selalu bersyukur karena ada temannya yang satu sekolah juga mengalami nasib yang sama. Bahkan dijalanan ia melihat anak sebayanya ada yang ngemis tidak mampu bersekolah. Niat bersekolah Putu yang begitu besar dan semangat, ia tak lantas berdiam diri. Ia menyampaikan masalahnya itu kepada wali kelasnya dan meminta solusi terbaik terhadap kelanjuta belajarnya. Ia pun diberikan kesempatan untuk belajar secara mandiri dengan mengambil penugasan pembelajaran sehari-hari ke sekolah. Putu tampak sangat gembira, ia bisa mengikuti pembelajaran sebagaimana teman-temanya juga.
Lain nasibnya dengan Mikel. Ia sudah memiliki gawai canggih keluaran terbaru, namun ia selalu mengeluh. Tugas-tugas yang diberikan gurunya menjadi beban berat yang menyita waktu bermainnya. Alhasil bukannya gawai itu untuk belajar tapi menjadi pemuas keiinginanya bermain game online. Ia tidak belajar dengan sungguh-sungguh. Walaupun ia masih memiliki gawai yang bagus, ia selalu meminta gawai setiap ada gawai keluaran terbaru. Permintaannya itu ia sampaikan ke ayahnnya. Karena sayang ayahnya yang berlebihan, permintaanya itu selalu dikabulkan. Ayahnya menyanggupi permintaan kali ini dengan sebuah syarat. Ayahnya memberikan persyaratan bahwa Mikel harus rajin belajar dan mendapat kan juara kelas
Kecanduannya dengan game online, Mikel melupakan syarat dari ayahnya. Ia selalu bermain game dan tidak pernah belajar. Berbeda dengan Putu Syukur yang selalu semangat dan rajin belajar walaupun tidak memiliki gawai.
Hari-hari seakan cepat berlalu, tak terasa tibalah hari pembagian rapor. Mikel banyak mendapat perolehan nilai dan saran yang kurang baik. Lain halnya dengan Putu Syukur yang mendapat pujian karena perolehan nilai yang memuaskan dan layak memperoleh hadiah alat tulis dan gawai canggih. Ia sangat senang atas raihan prestasinya dan gawai yang diterimanya itu akan dipergunakan untuk belajar. Disisi lain, Mikel dimarahi ayahnya karena ia mendapat saran dan nilai buruk. Hal tersebut lantaran ia mengindahkan syarat dan saran dari ayah dan gurunya untuk rajin belajar. Bukannya menurut dan berjanji akan patuh, ia malah marah-marah dan menyalahkan semuanya termasuk tuhannya sendiri dibilang tak adil. Sekarang iapun mengurung diri dan sulit dinasehati.
Pesan moral yang kita petik dari cerita tersebut adalah selalu bersyukur di setiap keadaan. Nikmati prosesnya serta jalani dengan penuh suka cita, alhasil kita akan menuai hasil yang memuaskan
Ditulis: Ida Bagus Gede Wiswambara Keniten (Siswa SD Negeri 12 Sanur)
Editor : I Kadek Sumawa
0 comments:
Posting Komentar