Diceritakan seorang anak yang disayangi ibunya. Anaknya tersebut bernama Putu Gauri. Gauri tinggal bersama saudaranya kecilnya Nindi. Usia mereka terpaut beberapa bulan, bisa disebut sebaya. Diusia yang masih remaja, terkadang masih labil dengan perlakuan orang tua.
Penasaran denga kisahnya, langsung saja baca dan simak cerita berikut ini!
Biasanya di hari ulang tahun Gauri, ibu pasti sibuk di dapur memasak dan menghidangkan makanan kesukaannya. Tepat saat yang ditunggu, betapa kecewa hati si Gauri, meja makan kosong, tidak tampak sedikit pun bayangan makanan kesukaannya tersedia di sana. Gauri kesal, marah, dan jengkel.
“Huh, ibu sudah tidak sayang lagi padaku. Sudah tidak ingat hari ulang tahun anaknya sendiri, sungguh keterlaluan,” gerutunya dalam hati. “Ini semua pasti gara-gara Nindi sakit semalam sehingga ibu lupa pada ulang tahun dan makanan kesukaanku. Dasar anak manja!”
Ditunggu sampai siang, tampaknya orang serumah tidak peduli lagi kepadanya. Tidak ada yang memberi selamat, ciuman, atau mungkin memberi kado untuknya.
Dengan perasaan marah dan sedih, Gauri pergi meninggalkan rumah begitu saja. Perut kosong dan pikiran yang dipenuhi kejengkelan membuatnya berjalan sembarangan. Saat melewati sebuah gerobak penjual bakso dan mencium aroma nikmat, tiba-tiba Gauri sadar, betapa lapar perutnya! Dia menatap nanar kepulan asap di atas semangkuk bakso.
“Mau beli bakso, dik? Duduk saja di dalam,” sapa si tukang bakso.
“Mau, mas. Tapi saya tidak punya uang,” jawabnya tersipu malu.
“Bagaimana kalau hari ini mas traktir kamu? Duduklah, mas siapin bakso yang super enak.”
Gauri pun segera duduk di dalam.
Tiba-tiba, dia tidak kuasa menahan air matanya, “Lho, kenapa menangis, dik?” tanya si mas.
“Saya jadi ingat ibu saya, mas. Sebenarnya … hari ini ulang tahun saya. Malah mas, yang tidak saya kenal, yang memberi saya makan. Ibuku sendiri tidak ingat hari ulang tahunku apalagi memberi makanan kesukaanku. Saya sedih dan kecewa, mas.”
“Dik cantik, mas yang baru sekali aja memberi makanan bisa bikin dik terharu sampai nangis. Lha, padahal ibu dan bapak dik, yang ngasih makan tiap hari, dari dik bayi sampai segede ini, apa dik pernah terharu begini? Jangan ngeremehin orangtua sendiri dik, ntar nyesel lho.”
Gauri seketika tersadar, “Kenapa aku tidak pernah berpikir seperti itu?”
Setelah menghabiskan makanan dan berucap banyak terima kasih, Gauri bergegas pergi. Setiba di rumah, ibunya menyambut dengan pelukan hangat, wajah cemas sekaligus lega,
“Gauri, dari mana kamu seharian ini, ibu tidak tahu harus mencari kamu ke mana. Gauri, selamat ulang tahun ya. Ibu telah membuat semua makanan kesukaan Gauri. Gauri pasti lapar kan? Ayo nikmati semua itu.”
“Ibu, maafkan Gauri, Bu,” Gauri pun menangis dan menyesal di pelukan ibunya. Dan yang membuat Gauri semakin menyesal, ternyata di dalam rumah hadir pula sahabat-sahabat baik dan paman serta bibinya. Ternyata ibu Gauri membuatkan pesta kejutan untuk Gauri kesayangannya.
Pesan moral yang dapat kita petik dari cerita pendek tersebut
Saat kita mendapat pertolongan atau menerima pemberian sekecil apapun dari orang lain, sering kali kita begitu senang dan selalu berterima kasih. Sayangnya, kadang kasih dan kepedulian tanpa syarat yang diberikan oleh orangtua dan saudara tidak tampak di mata kita. Seolah menjadi kewajiban orangtua untuk selalu berada di posisi siap membantu, kapan pun.
Bahkan, jika hal itu tidak terpenuhi, segera kita memvonis, yang tidak sayanglah, yang tidak mengerti anak sendirilah, atau dilanda perasaan sedih, marah, dan kecewa yang hanya merugikan diri sendiri. Maka untuk itu, kita butuh untuk belajar dan belajar mengendalikan diri, agar kita mampu hidup secara harmonis dengan keluarga, orangtua, saudara, dan dengan masyarakat lainnya.
0 comments:
Posting Komentar