Melatih kejujuran pada anak menjadi hal yang sangat penting. Setiap orang orang tua pasti senang jika anaknya berperilaku jujur. Yah, melatih kejujuran pada anak sejak dini perlu dilakukan agar anak kelak dapat tumbuh menjadi pribadi yang baik dan dapat dipercaya semua orang. Alangkah baiknya bila orang tua juga sudah mulai membangun karakter jujur dalam diri anak sejak dini.
Kejujuran juga dapat dibangun dari dalam diri siswa di sekolah. Berapa banyak siswa yang benar-benar belajar di sekolah? Dan berapa banyak siswa yang hanya mementingkan nilainya di sekolah? Sudah menjadi rahasia umum betapa buruknya mental para siswa di sekolahnya masing-masing, kejujuran sudah tak ternilai lagi di mata mereka karena ajaran yang sudah turun temurun dari sebuah nilai yang isinya hanya angka saja.
Berikut merupakan cerita fiksi tentang pentingnya kejujuran dan manfaat yang diperoleh dari seorang siswa sekolah dasar di sekolahnya. Ingin tau serunya perilaku mereka? Yuk baca cerita berikut ya!!!
Tiba saatnya Hari Pendidikan Nasional, tepatnya 2 Mei aku bersama teman-teman se-SD melaksanakan upacara bendera. Yang bertugas hari itu adalah peserta kelas 6 SD, termasuk aku yang juga ditugaskan menjadi pengibar bendera.
Beruntung waktu itu kegiatan upacara dilaksanakan sebentar saja, soalnya Guru selaku pembina upacara hanya menyampaikan sepatah dua patah kata pesan.
Pak Guru berpesan agar kita semua terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, patuh kepada orang tua dan guru, menjaga kebersihan diri, sekolah, dan lingkungan, serta berperilaku jujur.
Sesudah upacara, aku bersama dua orang temanku pun sempat melipat bendera.
Bersamaan dengan itu, secara tidak sengaja aku lihat ada uang Rp50.000 yang jatuh dari saku celana seorang siswa kelas 5.
“Eh, Bayu. Itu ada uang adik kelas barusan jatuh. Bagaimana ini?”
“Wah, banyak itu! Bagaimana kalau sepulang sekolah nanti kita makan-makan di warung baksonya Mbak Ingah. 50.000 lho, lumayan, kan. Kita bisa dapat porsi komplit.”
Aku pun agak gemetar mendengar percakapan kedua orang temanku. Sebenarnya sejak awal melihat uang itu aku ingin langsung mengembalikannya kepada adik kelas, tapi aku takut. Aku juga tidak kenal.
“Begini saja, teman-teman. Menurutku, lebih baik kita kembalikan uang ini kepada adik kelas dan kalian tolong temani aku.”
“Ya udah deh. Aku setuju. Toh, ini juga bukan uang milik kita, kan. Jelas-jelas tidak akan berkah jika kita membelanjakannya. Selain itu, kita juga harus jujur kepada diri sendiri dan orang lain.”
“Setuju. Oke. Mari kita bergegas menuju kelas 5 sebelum bel berbunyi.”
Teman-temanku memang orang-orang yang baik. Buktinya, mereka mau mendukung niat yang baik serta membudayakan perilaku jujur.
Pada saat itu juga, akhirnya kami langsung pergi ke kelas 5. Aku tidak takut lagi karena sudah didampingi teman-teman baik.
Saat masuk ke kelas 5, aku pun terlebih dahulu menyimpan uang Rp50.000 tersebut sembari bertanya kepada seluruh siswa di kelas tersebut.
“Maaf, izin sebentar. Apakah di sini ada adik-adik yang baru saja kehilangan uang?”
Aduh, aku kaget! Ternyata ada lebih dari 5 orang siswa yang mengaku kehilangan, padahal kan uangnya cuma selembar saja.
Aku sontak langsung bertanya kepada kelima siswa tersebut tentang berapa jumlah uang yang hilang. Ternyata mereka berbohong.
Ada yang menjawab Rp5.000, Rp10.000, Rp.20.000, hingga Rp100.000. Ternyata mereka tidak tanggung-tanggung ingin menipuku dan teman-teman.
Meski begitu, tetap saja hanya ada satu orang yang menjawab Rp50.000, dan aku yakin memang dialah pemilik uang yang asli.
Detik itu pula, aku pun mengembalikan uang tersebut. Tanpa banyak berbicara, kami pun langsung masuk ke kelas. Tak lupa, dia yang kalem juga mengucapkan terima kasih seraya tersenyum.
“Terima kasih, Kak. Uang ini adalah ongkos saya selama 3 hari.”
Kami pun ikut bahagia melihat adik kelas yang juga bahagia. Sembari berjalan menuju kelas, tiba-tiba Pak Guru yang menjadi pembina upacara tadi memanggilku.
“Nak, ke sini sebentar. Iya, kalian bertiga. Cepat, ya!”
Entah ada angin apa kok Pak Guru sampai memanggil kami ke ruang guru. Ketika aku dan teman-teman tiba di ruang guru, ternyata di sana sudah ada hidangan lontong daging.
“Anak-anak, kalian sungguh hebat. Kalian adalah panutan siswa yang mencontohkan perilaku kejujuran di sekolah. Sebagai apresiasi, Bapak traktir kalian untuk bersama-sama kita makan lontong.”
Aku dan teman-teman senang bukan kepalang. Aku jadi teringat kata temanku tadi bahwa kejujuran itu sebenarnya selalu membawa berkah. Yang baik selamanya akan selalu baik.
Sejak saat itu, perilaku jujur dalam segala perbuatan ditiru dan dilakukan oleh semua peserta didik lainnya. Selain dapat melegakan perasaan, kejujuran juga dapat memberi manfaat yang tak terduga. Budaya jujur menjadi pribadi dan perilaku baik di masa mendatang. Karakter jujur menjadi penentu pribadi berkarakter.
Terima kasih sudah berkunjung dan membaca cerita fiksi insfirasi yang berjudul “Jujur Membuat Rejeki Tak Terukur”. Semoga dengan adanya cerita fiksi tersebut dapat memberikan sebuah hikmah positif bagi kita semua dan semoga memberikan pembelajaran bermakna.
Kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas situs www.liangsolusi.com ini. Semoga postingan yang disajikan bermanfaat untuk kita semua.
Mari berkolaborasi dan tebarkan perilaku baik dengan membagikan postingan ini di media sosial kalian! Budayakan meninggalkan komentar dan sebarkan jika bermanfaat setelah membacanya.
0 comments:
Posting Komentar